Jakarta - Penyembelihan hewan kurban seperti kambing, sapi, dan kerbau merupakan salah satu bagian dari peringatan Hari Raya Idul Adha yang dilakukan oleh umat Islam, termasuk di Indonesia tiap tahunnya.
Namun setelah hewan-hewan selesai dipotong, apa yang terjadi dengan kulit-kulit hewat tersebut?
Haji Abdul Bari atau lebih dikenal sebagai haji Adun adalah salah seorang pemborong kulit hewan skala besar yang cukup populer di kalangan pedagang maupun tukang potong hewan kurban.
Tanpa menaruh papan nama yang menunjukkan jenis usahanya, masyarakat di sekitar tempat tinggalnya di Jalan Angsana, Pejaten, Jakarta Selatan akan langsung menunjuk suatu lapangan besar bila ditanya lokasi pengumpulan kulit.
"Haji Adun tidak bisa ditemui hari-hari ini, dia sibuk ngurus macam-macam, mungkin minggu depan baru bisa," kata Sohar, seorang asistennya, memperlihatkan skala kesibukan haji Adun.
Menurut Sohar, bos-nya sudah terkenal di daerah Jakarta, Tangerang, hingga Rangkasbitung, Banten sebagai pengumpul kulit hewan sehingga tidak perlu mendatangi ke tiap lokasi pemotongan. Tukang potong akan mengantar kulit-kulit itu.
"Bisa disebut sebagai tengkulak kulit hewanlah," kata Dede, anak kedua haji Adun.
Tidak lama berselang, datang dua orang menaiki sepeda motor dengan dua karung berisi kulit hewan kurban, masing-masing kulit kambing dan sapi.
Kulit-kulit kambing itu lantas diperiksa oleh Sohar untuk melihat apakah ada kulit yang apkir --walau pengertian apkir sesungguhnya adalah ditolak, namun di sini lebih diartikan dalam kondisi rusak-- baru transaksi dilakukan.
"Kulit yang apkir dibeli murah, lima ribu per lembar, tapi kalau kulit yang bagus antara lima belas ribu sampai dua pulu ribu per lembar," kata Sohar yang sudah ikut membantu haji Adun sejak 1972.
Kulit yang apkir adalah kulit kambing yang berlubang karena tidak rapi saat memotong atau kulit kambing yang sakit.Kulit sapi dihargai delapan ribu per kilonya.
"Kulit sapi itu ada dua macam, sapi putih yang biasa dan sapi coklat dari Sumbawa, yang lebih besar itu kulit sapi putih," jelas Sohar lagi.
Pada saat hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, usaha haji Adun bisa menampung hingga lebih dari 10.000 lembar kulit kambing dan lebih dari 10 ton kulit sapi.
"Kalau mau lihat kulit lebih banyak lagi datang saja sore atau malam, nanti ada yang mengantar dari berbagai daerah pakai truk, tapi baiknya kulit diantar tidak lebih dari magrib karena kalau lewat jam enam bisa berisiko busuk," kata Sohar.
Sohar mengatakan mereka menerima penjualan partai kecil."Dari 1-2 lembar kulit kan bisa jadi banyak," tambah Sohar.
Kulit-kulit tersebut kemudian diberi garam agar tidak membusuk.
"Kami sudah menyiapkan berkarung-karung garam agar kulit tidak membusuk karena pabrik baru mengambil antara 3-11 hari setelah hari pemotongan," kata Dede.
Pabrik yang dimaksud adalah industri yang menggunakan kulit sebagai bahan dasarnya seperti pabrik sepatu, sandal, jaket, maupun makanan.
"Kalau kulit domba itu ke pabrik jaket, nah kambing ke pabrik sandal dan sepatu, kalau kulit kerbau baru ke pabrik kerupuk," kata Sohar lalu terkekeh.
Menurut Sohar, usaha haji Adun hanya menjual ke satu pihak yang kemudian mendistribusikan kulit-kulit tersebut ke pabrik-pabrik.
"Pabrik-pabriknya banyak, ada di Bandung, Cianjur, dan banyak juga di Jawa Timur, tapi dari sini ya satu jalur saja jadi saya tidak tahu nanti produknya dipasarkan ke mana," kata laki-laki asal Boyolali itu.
"Mereka nanti kirim truk ke sini untuk mengangkut kulit-kulit, jadi kami hanya tunggu saja, biasanya pabrik mengirim dua kali dalam satu bulan" kata Dede.
Selain mengumpulkan kulit, haji Adun juga menjual hewan kurban seperti kambing, sapi, dan kerbau.
"Jadi usaha haji Adun memang dagang hewan, kalau bukan masa Idul Adha tetap berjualan buat aqiqah --kenduri untuk anak yang baru lahir dengan menyembelihan hewan--," kata Dede, "Tetap beli kulit juga, tapi ya tidak sebanyak kalau Idul Adha, hari biasa paling 250 lembar kulit kambing," tambah Dede.
Pada hari-hari biasa, kulit kambing dijual 25 ribu per kulitnya.
Untung Besar
Pengumpul kulit kambing lain di daerah Lenteng Agung, Yuhyi yang juga berjualan hewan kurban pun menjadi tempat tukang potong hewan kurban menjual kulit hewan kurban.
"Saya tidak mengumpulkan tiap hari, hanya saat Idul Adha saja, jadi jualan kulit ini seperti bonus- lah," kata Yuhyi.
Selang beberapa saat, seseorang menarik gerobak yang penuh dengan kulit-kulit kambing. Muatan itu kemudian diperiksa dan dihitung oleh salah seorang anak Yuhyi.
"Kalau kulit untung-untungan, kadang sudah diperiksa di sini bagus tapi ternyata di pengumpul besar baru ketahuan apkir, kadang berat di sini juga dengan timbangan di sana berbeda," kata Yuhyi.
Pengumpul besar yang ia maksudkan adalah Haji Adun.
"Saya mah gak kuat usaha ngumpulin kulit, Haji Adun tuh yang usahanya sudah besar dan langsung jual ke pabrik, bertruk-truk pula," tambah Yuhyi.
Menurutnya, cara pembayaran pabrik tidaklah kontan, tapi berupa giro yang tidak dapat langsung diuangkan. Di sisi lain sudah ada pengeluaran besar untuk memperoleh kulit-kulit tersebut dan biaya pengawetan.
"Bayangkan kalau harus beli ribuan lembar atau berton-ton kulit ditambah harus menggarami agar tidak busuk tapi tidak langsung dibayar lunas, wah butuh uang miliaran, gak kuat saya," jelasnya.
Sohar memang tidak merinci omset usahanya saat hari raya kurban, namun selisih yang ia jual ke pabrik biasanya 1-5 ribu per lembar atau per kilo, bergantung pada jenis kulit, misalnya kulit domba lebih mahal dari kulit kambing.
Memang selisihnya terlihat kecil ditambah masih menyediakan biaya garam untuk mengawetkan kulit, namun bila kulit yang didapat hingga beberapa truk atau berton-ton, maka keuntungan haji Adun pada Idul Adha tentulah besar.
"Keuntungannya memang lumayan, tapi butuh modal besar juga," tambah Sohar.
Kulit-kulit yang dikumpulkan dan dibawa ke pabrik tersebut ikut mendukung pertumbuhan industri kulit dan produk kulit Indonesia, terlebih kulit sapi jawa (Java box) dikenal sebagai salah satu kulit terbaik di dunia.
Indonesia memiliki potensi usaha produk kulit yang beragam, contohnya industri penyamakan kulit; industri barang kulit yang mencakup tas, dompet, ikat pinggang; industri alas kaki; industri garmen berupa jaket, sarung tangan; industri perlengkapan rumah dan industri kerajinan antara lain berupa wayang, kaligrafi, dan assesoris.
Pun pada 2009 Indonesia menjadi produsen sepatu kulit (kasual) ke-4 terbesar dunia setelah India.
Namun setelah hewan-hewan selesai dipotong, apa yang terjadi dengan kulit-kulit hewat tersebut?
Haji Abdul Bari atau lebih dikenal sebagai haji Adun adalah salah seorang pemborong kulit hewan skala besar yang cukup populer di kalangan pedagang maupun tukang potong hewan kurban.
Tanpa menaruh papan nama yang menunjukkan jenis usahanya, masyarakat di sekitar tempat tinggalnya di Jalan Angsana, Pejaten, Jakarta Selatan akan langsung menunjuk suatu lapangan besar bila ditanya lokasi pengumpulan kulit.
"Haji Adun tidak bisa ditemui hari-hari ini, dia sibuk ngurus macam-macam, mungkin minggu depan baru bisa," kata Sohar, seorang asistennya, memperlihatkan skala kesibukan haji Adun.
Menurut Sohar, bos-nya sudah terkenal di daerah Jakarta, Tangerang, hingga Rangkasbitung, Banten sebagai pengumpul kulit hewan sehingga tidak perlu mendatangi ke tiap lokasi pemotongan. Tukang potong akan mengantar kulit-kulit itu.
"Bisa disebut sebagai tengkulak kulit hewanlah," kata Dede, anak kedua haji Adun.
Tidak lama berselang, datang dua orang menaiki sepeda motor dengan dua karung berisi kulit hewan kurban, masing-masing kulit kambing dan sapi.
Kulit-kulit kambing itu lantas diperiksa oleh Sohar untuk melihat apakah ada kulit yang apkir --walau pengertian apkir sesungguhnya adalah ditolak, namun di sini lebih diartikan dalam kondisi rusak-- baru transaksi dilakukan.
"Kulit yang apkir dibeli murah, lima ribu per lembar, tapi kalau kulit yang bagus antara lima belas ribu sampai dua pulu ribu per lembar," kata Sohar yang sudah ikut membantu haji Adun sejak 1972.
Kulit yang apkir adalah kulit kambing yang berlubang karena tidak rapi saat memotong atau kulit kambing yang sakit.Kulit sapi dihargai delapan ribu per kilonya.
"Kulit sapi itu ada dua macam, sapi putih yang biasa dan sapi coklat dari Sumbawa, yang lebih besar itu kulit sapi putih," jelas Sohar lagi.
Pada saat hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, usaha haji Adun bisa menampung hingga lebih dari 10.000 lembar kulit kambing dan lebih dari 10 ton kulit sapi.
"Kalau mau lihat kulit lebih banyak lagi datang saja sore atau malam, nanti ada yang mengantar dari berbagai daerah pakai truk, tapi baiknya kulit diantar tidak lebih dari magrib karena kalau lewat jam enam bisa berisiko busuk," kata Sohar.
Sohar mengatakan mereka menerima penjualan partai kecil."Dari 1-2 lembar kulit kan bisa jadi banyak," tambah Sohar.
Kulit-kulit tersebut kemudian diberi garam agar tidak membusuk.
"Kami sudah menyiapkan berkarung-karung garam agar kulit tidak membusuk karena pabrik baru mengambil antara 3-11 hari setelah hari pemotongan," kata Dede.
Pabrik yang dimaksud adalah industri yang menggunakan kulit sebagai bahan dasarnya seperti pabrik sepatu, sandal, jaket, maupun makanan.
"Kalau kulit domba itu ke pabrik jaket, nah kambing ke pabrik sandal dan sepatu, kalau kulit kerbau baru ke pabrik kerupuk," kata Sohar lalu terkekeh.
Menurut Sohar, usaha haji Adun hanya menjual ke satu pihak yang kemudian mendistribusikan kulit-kulit tersebut ke pabrik-pabrik.
"Pabrik-pabriknya banyak, ada di Bandung, Cianjur, dan banyak juga di Jawa Timur, tapi dari sini ya satu jalur saja jadi saya tidak tahu nanti produknya dipasarkan ke mana," kata laki-laki asal Boyolali itu.
"Mereka nanti kirim truk ke sini untuk mengangkut kulit-kulit, jadi kami hanya tunggu saja, biasanya pabrik mengirim dua kali dalam satu bulan" kata Dede.
Selain mengumpulkan kulit, haji Adun juga menjual hewan kurban seperti kambing, sapi, dan kerbau.
"Jadi usaha haji Adun memang dagang hewan, kalau bukan masa Idul Adha tetap berjualan buat aqiqah --kenduri untuk anak yang baru lahir dengan menyembelihan hewan--," kata Dede, "Tetap beli kulit juga, tapi ya tidak sebanyak kalau Idul Adha, hari biasa paling 250 lembar kulit kambing," tambah Dede.
Pada hari-hari biasa, kulit kambing dijual 25 ribu per kulitnya.
Untung Besar
Pengumpul kulit kambing lain di daerah Lenteng Agung, Yuhyi yang juga berjualan hewan kurban pun menjadi tempat tukang potong hewan kurban menjual kulit hewan kurban.
"Saya tidak mengumpulkan tiap hari, hanya saat Idul Adha saja, jadi jualan kulit ini seperti bonus- lah," kata Yuhyi.
Selang beberapa saat, seseorang menarik gerobak yang penuh dengan kulit-kulit kambing. Muatan itu kemudian diperiksa dan dihitung oleh salah seorang anak Yuhyi.
"Kalau kulit untung-untungan, kadang sudah diperiksa di sini bagus tapi ternyata di pengumpul besar baru ketahuan apkir, kadang berat di sini juga dengan timbangan di sana berbeda," kata Yuhyi.
Pengumpul besar yang ia maksudkan adalah Haji Adun.
"Saya mah gak kuat usaha ngumpulin kulit, Haji Adun tuh yang usahanya sudah besar dan langsung jual ke pabrik, bertruk-truk pula," tambah Yuhyi.
Menurutnya, cara pembayaran pabrik tidaklah kontan, tapi berupa giro yang tidak dapat langsung diuangkan. Di sisi lain sudah ada pengeluaran besar untuk memperoleh kulit-kulit tersebut dan biaya pengawetan.
"Bayangkan kalau harus beli ribuan lembar atau berton-ton kulit ditambah harus menggarami agar tidak busuk tapi tidak langsung dibayar lunas, wah butuh uang miliaran, gak kuat saya," jelasnya.
Sohar memang tidak merinci omset usahanya saat hari raya kurban, namun selisih yang ia jual ke pabrik biasanya 1-5 ribu per lembar atau per kilo, bergantung pada jenis kulit, misalnya kulit domba lebih mahal dari kulit kambing.
Memang selisihnya terlihat kecil ditambah masih menyediakan biaya garam untuk mengawetkan kulit, namun bila kulit yang didapat hingga beberapa truk atau berton-ton, maka keuntungan haji Adun pada Idul Adha tentulah besar.
"Keuntungannya memang lumayan, tapi butuh modal besar juga," tambah Sohar.
Kulit-kulit yang dikumpulkan dan dibawa ke pabrik tersebut ikut mendukung pertumbuhan industri kulit dan produk kulit Indonesia, terlebih kulit sapi jawa (Java box) dikenal sebagai salah satu kulit terbaik di dunia.
Indonesia memiliki potensi usaha produk kulit yang beragam, contohnya industri penyamakan kulit; industri barang kulit yang mencakup tas, dompet, ikat pinggang; industri alas kaki; industri garmen berupa jaket, sarung tangan; industri perlengkapan rumah dan industri kerajinan antara lain berupa wayang, kaligrafi, dan assesoris.
Pun pada 2009 Indonesia menjadi produsen sepatu kulit (kasual) ke-4 terbesar dunia setelah India.
0 komentar:
Post a Comment
No Spam, ada spam saya hapus