Diriwayatkan dari Abu Musa ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “setiap muslim harus bersedekah”. Seseorang bertanya, “ya Rasulullah ! jika seseorang tidak memiliki apa pun untuk disedekahkan, apa yang harus ia lakukan?” Nabi Muhammad Saw bersabda, “ia harus bekerja hingga memperoleh upah dan memberikan sedekah”. Lebih jauh orang-orang bertanya, “bagaimana jika hal itu pun tidak bisa ia lakukan?” Nabi Muhammad Saw menjawab, “tolonglah orang yang membutuhkan pertolongan”. Orang-orang berkata, “jika ia tidak dapat melakukan hal itu?” Nabi Muhammad Saw bersabda, “maka ia harus mengerjakan semua perbuatan baik dan menghindari semua perbuatan buruk dan hal ini akan diperhitungkan sebagai pahala bersedekah”.
Menu
aplikasi android
(3)
belajar
(2)
belajar bisnis online
(9)
belajar edit blog
(4)
berita
(75)
Budaya
(4)
business
(2)
cara seo
(10)
claim
(1)
dating
(1)
domain
(1)
download
(3)
emas
(1)
event
(4)
film
(8)
gaya hidup
(4)
gosip dan berita selebritis
(2)
gratisan
(9)
hasil pencarian
(7)
hukum
(2)
humor
(4)
ilmu
(3)
iman
(2)
info game
(6)
info kecantikan
(2)
info kesehatan
(17)
Inspirasi Bisnis
(4)
jepang
(3)
jualan
(2)
lirik dan musik
(7)
lowongan kerja
(9)
makanan
(1)
motivasi dan alasan
(10)
nexian
(3)
otomotif
(13)
paid per click
(1)
paid to click
(2)
paid to review
(2)
penemu
(3)
pengetahuan lainnya
(9)
ponsel
(9)
portfolio
(1)
pria
(1)
pribadi
(58)
profil
(1)
Puisi
(1)
ranjang
(6)
renungan
(3)
sejarah
(2)
senjata
(1)
situs sosial
(2)
software
(3)
spesifikasi
(3)
sport
(20)
teknologi
(188)
Tips Blog
(3)
Tips dan Trick PC
(3)
tips kehidupan
(2)
unik dan aneh
(7)
wanita
(2)
Showing posts with label renungan. Show all posts
Showing posts with label renungan. Show all posts
Tuesday, September 15, 2009
Sunday, September 13, 2009
Mahasiswa VS Profesor
Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".
"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi. "Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan".
"Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Agama itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?".
"Tentu saja," jawab si Profesor,
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"
"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada.
Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.
Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."
Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?" Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak.
Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak.
Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"
Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya.
Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak.
Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan.
Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."
Profesor itu terdiam.
Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein .

READ MORE - Mahasiswa VS Profesor
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".
"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi. "Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan".
"Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Agama itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?".
"Tentu saja," jawab si Profesor,
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"
"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada.
Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.
Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."
Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?" Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak.
Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak.
Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"
Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya.
Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak.
Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan.
Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."
Profesor itu terdiam.
Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein .

Thursday, August 27, 2009
Cerita yang menggugah hati

Ibuku
Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku membencinya…sungguh memalukan. Ia menjadi juru masak di sekolah, untuk membiayai keluarga. Suatu hari ketika aku masih SD, ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa Ia lakukan ini? Aku memandangnya dengan penuh kebencian dan melarikan diri.
Keesokan harinya di sekolah…”Ibumu hanya punya satu mata?!….eeeeee”, jerit seorang temanku. Aku berharap ibuku lenyap dari muka bumi. Ujarku pada ibu, “Bu…mengapa Ibu tidak punya satu mata lainnya? Kalau Ibu hanya ingin membuatku ditertawakan, lebih baik Ibu mati saja!!!” Ibuku tidak menyahut. Aku merasa agak tidak enak, tapi pada saat yang bersamaan, lega rasanya sudah mengungkapkan apa yang ingin sekali kukatakan selama ini. Ibu tidak menghukumku, tapi aku tak berpikir sama sekali bahwa perasaannya sangat terluka karena kata-kataku.
Malam itu, aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku sedang menangis, tanpa suara, seakan-akan ia takut aku akan terbangun karenanya. Aku memandangnya sejenak, kemudian berlalu. Akibat perkataanku tadi, hatinya tertusuk. Walaupun begitu, aku membenci ibuku yang sedang menangis dengan satu matanya. Jadi aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku akan tumbuh dewasa dan menjadi orang yang sukses.
Kemudian aku belajar dengan tekun. Kutinggalkan ibuku dan pergi ke Singapura untuk menuntut ilmu. Lalu aku pun menikah. Aku membeli rumah. Kemudian akupun memiliki anak. Kini aku hidup dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggalku karena tidak membuatku teringat akan ibuku. Kebahagian ini bertambah terus dan terus.
Suatu ketika…!!! Apa?! Siapa ini?! Itu ibuku…masih dengan satu matanya datang kerumahku. Seakan-akan langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku berlari ketakutan, ngeri melihat mata Ibuku. Kataku, “Siapa kamu?! Aku tak kenal dirimu!!” Untuk membuat lebih dramatis, aku berteriak padanya, “Berani-beraninya kamu datang ke sini dan menakuti anak-anakku!!” KELUAR DARI SINI! SEKARANG!!”
Ibuku hanya menjawab perlahan, “Oh, maaf…sepertinya saya salah alamat,” dan ia pun berlalu. Untung saja…ia tidak mengenaliku. Aku sungguh lega. Aku tak peduli lagi. Akupun menjadi sangat lega, dan pada suatu hari, sepucuk surat undangan reuni sekolah tiba di rumahku di Singapura. Aku berbohong pada istriku bahwa aku ada urusan kantor. Akupun pergi ke sana. Setelah reuni, aku mampir ke gubuk tua, yang dulu aku sebut rumah, sekedar hanya ingin tahu saja.
Di sana, kutemukan ibuku tergeletak di lantai yang dingin. Namun aku tak meneteskan air mata sedikit pun. Ada selembar kertas di tangannya…sepucuk surat untukku... dan ku pun membacanya, “Anakku…kurasa hidupku sudah cukup panjang. Dan…aku tidak akan pergi ke Singapura lagi. Namun apakah berlebihan jika aku ingin kau menjengukku sesekali? Aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat gembira ketika tahu kau akan datang ke reuni itu. Tapi kuputuskan aku tidak pergi ke sekolah. Demi kau..! Dan aku minta maaf karena hanya membuatmu malu dengan satu mataku. Kau tahu, ketika kau masih sangat kecil, kau mengalami kecelakaan dan kehilangan satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tak tahan melihatmu tumbuh hanya dengan satu mata. Maka aku berikan mataku untukmu. Aku sangat bangga padamu yang telah melihat seluruh dunia untukku, di tempatku, dengan mata itu. Aku tak pernah marah atas semua kelakuanmu. Ketika kau marah padaku… Aku hanya membatin sendiri, “Itu karena kamu mencintaiku…” Anakku… Oh, anakku…”
Tak terasa air mata menetes perlahan dari sudut mataku. Aku sungguh merasa sangat berdosa. Aku peluk Ibuku dengan penuh perasaan. Mata yang hanya sebelah itu kian lama kian mengecil dan tertutup selamanya…sebuah senyuman tersungging di sudut bibirnya yang mulai keriput karena usia. Dalam sedihku aku hanya bisa terisak dalam penyesalan yang tidak akan berkesudahan.
“Ibu…aku sayang kamu…selalu…”.
Keesokan harinya di sekolah…”Ibumu hanya punya satu mata?!….eeeeee”, jerit seorang temanku. Aku berharap ibuku lenyap dari muka bumi. Ujarku pada ibu, “Bu…mengapa Ibu tidak punya satu mata lainnya? Kalau Ibu hanya ingin membuatku ditertawakan, lebih baik Ibu mati saja!!!” Ibuku tidak menyahut. Aku merasa agak tidak enak, tapi pada saat yang bersamaan, lega rasanya sudah mengungkapkan apa yang ingin sekali kukatakan selama ini. Ibu tidak menghukumku, tapi aku tak berpikir sama sekali bahwa perasaannya sangat terluka karena kata-kataku.
Malam itu, aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku sedang menangis, tanpa suara, seakan-akan ia takut aku akan terbangun karenanya. Aku memandangnya sejenak, kemudian berlalu. Akibat perkataanku tadi, hatinya tertusuk. Walaupun begitu, aku membenci ibuku yang sedang menangis dengan satu matanya. Jadi aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku akan tumbuh dewasa dan menjadi orang yang sukses.
Kemudian aku belajar dengan tekun. Kutinggalkan ibuku dan pergi ke Singapura untuk menuntut ilmu. Lalu aku pun menikah. Aku membeli rumah. Kemudian akupun memiliki anak. Kini aku hidup dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggalku karena tidak membuatku teringat akan ibuku. Kebahagian ini bertambah terus dan terus.
Suatu ketika…!!! Apa?! Siapa ini?! Itu ibuku…masih dengan satu matanya datang kerumahku. Seakan-akan langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku berlari ketakutan, ngeri melihat mata Ibuku. Kataku, “Siapa kamu?! Aku tak kenal dirimu!!” Untuk membuat lebih dramatis, aku berteriak padanya, “Berani-beraninya kamu datang ke sini dan menakuti anak-anakku!!” KELUAR DARI SINI! SEKARANG!!”
Ibuku hanya menjawab perlahan, “Oh, maaf…sepertinya saya salah alamat,” dan ia pun berlalu. Untung saja…ia tidak mengenaliku. Aku sungguh lega. Aku tak peduli lagi. Akupun menjadi sangat lega, dan pada suatu hari, sepucuk surat undangan reuni sekolah tiba di rumahku di Singapura. Aku berbohong pada istriku bahwa aku ada urusan kantor. Akupun pergi ke sana. Setelah reuni, aku mampir ke gubuk tua, yang dulu aku sebut rumah, sekedar hanya ingin tahu saja.
Di sana, kutemukan ibuku tergeletak di lantai yang dingin. Namun aku tak meneteskan air mata sedikit pun. Ada selembar kertas di tangannya…sepucuk surat untukku... dan ku pun membacanya, “Anakku…kurasa hidupku sudah cukup panjang. Dan…aku tidak akan pergi ke Singapura lagi. Namun apakah berlebihan jika aku ingin kau menjengukku sesekali? Aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat gembira ketika tahu kau akan datang ke reuni itu. Tapi kuputuskan aku tidak pergi ke sekolah. Demi kau..! Dan aku minta maaf karena hanya membuatmu malu dengan satu mataku. Kau tahu, ketika kau masih sangat kecil, kau mengalami kecelakaan dan kehilangan satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tak tahan melihatmu tumbuh hanya dengan satu mata. Maka aku berikan mataku untukmu. Aku sangat bangga padamu yang telah melihat seluruh dunia untukku, di tempatku, dengan mata itu. Aku tak pernah marah atas semua kelakuanmu. Ketika kau marah padaku… Aku hanya membatin sendiri, “Itu karena kamu mencintaiku…” Anakku… Oh, anakku…”
Tak terasa air mata menetes perlahan dari sudut mataku. Aku sungguh merasa sangat berdosa. Aku peluk Ibuku dengan penuh perasaan. Mata yang hanya sebelah itu kian lama kian mengecil dan tertutup selamanya…sebuah senyuman tersungging di sudut bibirnya yang mulai keriput karena usia. Dalam sedihku aku hanya bisa terisak dalam penyesalan yang tidak akan berkesudahan.
“Ibu…aku sayang kamu…selalu…”.